Model Pembelajaran KOGNITIF MORAL

Fakta-fakta menunjukkan sejumlah permasalahan demoralisasi yang begitu kompleks. Jika dikaji dari perspektif pendidikan, khususnya segi historis kurikuler ada sejumlah mata pelajaran yang secara khusus mengemban misi pendidikan nilai moral, yakni Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Budi Pekerti, Pendidikan Karakter, dan Pendidikan Akhlak. Winataputra (2000:3) mengidentifikasi sejumlah mata pelajaran yang mengemban misi khusus pendidikan nilai-moral, yakni mata pelajaran Civics (Kurikulum 1957/1962); Pendidikan Kemasyarakatan yang merupakan integrasi Sejarah, Ilmu Bumi, dan Kewarganegaraan (Kurikulum 1964); Pendidikan Kewargaan Negara, yang merupakan perpaduan Ilmu Bumi, Sejarah Indonesia, dan Civics (Kurikulum 1968/1969); Pendidikan Kewargaan Negara, Civics & Hukum (1973); Pendidikan Moral Pancasila atau PMP (Kurikulum 1975 dan 1984); Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan atau PPKn (Kurikulum 1994).

Realitas kurikuler Pendidikan Nilai tersebut, sepatutnya berkontribusi terhadap kebermoralan peserta didik serta lulusannya. Namun kenyataannya masih banyak penyimpangan sosial maupun yuridis yang memperlihatkan rendahnya kebermoralan seseorang, baik pada tataran pemerintahan, legislatif, maupun orang-orang yang memegang jabatan yudikatif sekalipun (Hakam:2010, Wismaliya:2018, Raraningsih:2017) bahkan pada kehidupan sosial yang lebih luas.

Agar kebermoralan siswa, tidak hanya terhenti pada peningkatan kematangan kognitif moralnya, namun disertai pula kepekaan dan empati moralnya diperlukan adanya permainan peran dari cerita dilema moral hipotetik tersebut disertai pertukaran peran sehingga mampu merasakan bagaimana bila siswa berada pada posisi yang berbeda dari pilihan nilainya. Pemikiran ini didasarkan pada pertimbangan akademik pentingnya rule taking offortunities dan moral athmosphere dalam pendidikan moral (Kohlberg, 1984; Hakam, 2000). Demikian pula, penggunaan pendekatan konstruksi dalam Pendidikan Nilai/Karakter masih sangat membutuhkan pelatihan khusus bagi guru-guru sekolah dasar agar mampu memberikan dasar-dasar pada siswa dalam pengembangan pertimbangan moral serta kemampuan hidup berlandasan pada keyakinan nilai yang kokoh (Neumann, 1912; Mackenzie, 1909; Mackenzie, 1909).

Aep Ahmad Senjaya
Aep Ahmad Senjaya

editor - penulis

Articles: 21

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *