Agama, saat ini mengalami tarik menarik dengan budaya popular. Budaya popular memberikan dampak fetisisme, konsumerisme yang sejajar dengan material, sehingga memunculkan fenomena yang menunjukan bahwa masyarakat lebih banyak menjadi konsumen budaya dengan sifat budaya populer yang instan, tidak otentik, komersil, konsumtif, parsial, kesenangan, popularitas, komunikasi popular dalam bahasa, cara penampilan dan gaya, ritual popular, simbol populersehingga masyarakat pun menyukai hal-hal yang bersifat instan, tiruan dan komersil, kesenangan, prestise dan lain-lain.
Keterkaitan erat antara budaya dengan cara beragama masyarakat inilah yang akhirnya menjadi landasan penting dalam memahami praktik-praktik beragama yang ada dalam konteks budaya populer. Budaya populer akan memberikan warna baru dalam praktik beragama sekaligus praktik berbudaya dan cara hidup masyarakat kontemporer. Hal ini, diakui ataupun tidak, dalam kelanjutannya juga akan berpengaruh pada praktik keagamaan yang selama ini terkesan melakukan resistensi terhadap budaya, yakni praktik beragama yang dilakukan oleh para pemeluk ajaran-ajaran tarekat. Praktik tarekat yang umumnya memiliki ritual eksklusif, dan cara beragama dengan tuntunan khusus sang mursyid atau pemimpin tarekat yang dilakukan oleh para anggotanya, dalam konteks perkembangan budaya populer yang ada di masyarakat tersebut, pada akhirnya harus bisa menampilkan sikap yang tepat. Sikap yang tepat ini diperlukan untuk beradaptasi dengan perkembangan budaya, sekaligus menjaga dan mempertahankan tradisi dan ajarannya tanpa harus kehilangan identitas dan orisinalitasnya.
Buku ini menyajikan tentang apa dan bagaimana para kaum milenial dalam menjalankan praktik keberagamaannya. Sajian ini merupakan studi kasus atas praktik keberagamaan yang dilakukan oleh para pemuda Tarekat Qadiriah – Naqsabandiyah dalam mengamalkan ajaran-ajaran tarekat yang mereka ikuti di tengah kehidupan yang di warnai oleh budaya popular.